Beranda | Artikel
Haji dan Pendidikan Jiwa
Senin, 27 Juni 2022

HAJI DAN PENDIDIKAN JIWA

Muqaddimah
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, dan kesudahan yang baik adalah untuk orang yang bertaqwa, shalawat dan salam atas imam para Rasul Nabi kita Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya semua. Amma ba’du:

Betapa agung manfaat dari haji, betapa banyak kebaikan dan keberkahan darinya, alangkah bagusnya pelajaran dan nasehat darinya, serta faidah mulia yang tak terhitung. Akan tetapi, tidaklah mudah bagi kebanyakan orang yang berhaji untuk memperoleh manfaat haji, faidah serta pelajaran yang dapat diambil darinya padahal  hal tersebut sangatlah penting dan sangat berpengaruh  dalam kehidupan mereka semuanya.

Oleh karena itu saya menulis risalah ini dengan harapan dapat mewujudkan maksud dan tujuan yang mulia ini. Saya beri judul tulisan ini: “ Haji dan Pendidikan Jiwa” dengan harapan semoga Allah menerimanya dengan sebaik-baik penerimaan dan menjadikannya bermanfaat bagi hamba-Nya. Sesungguhnya Allah yang maha memberi taufiq, Allahlah sebaik-baik penolong.

Haji Dan Perbaikan Diri
Sesungguhnya haji adalah madrasah yang penuh keberkahan untuk membimbing jiwa, mensucikan hati, dan menguatkan iman. Di dalam proses manasik haji, kaum muslimin memperoleh pelajaran yang agung,  hikmah yang mengesankan, dan faidah yang mulia dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlaq. Haji sesungguhnya adalah madrasah pembinaan keimanan yang akan meluluskan orang beriman yang bertakwa serta hamba Allah yang diberi taufiq.  Allah Berfirman:

قال الله تعالى : وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ(27) لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ

“dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka..”[1]

Manfaat dan faidah haji tak mungkin bisa dihitung. Begitu juga dengan hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Sesungguhnya firman Allah dalam  ayat ( مَنَافِعَ ) ia adalah jamak dari manfaat. Kata ( مَنَافِعَ ) tampil dalam bentuk nakirah menunjukkan banyaknya manfaat yang terkandung di dalamnya. Ditunjukkannya menfaat-manfaat ini adalah perkara yang dimaksudkan dalam ibadah haji karena huruf lam pada firman Allah  ( لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ ) supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka adalah lam ta’lil yang berkaitan dengan firman-Nya (وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ) dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus.  Maksudnya, jika kamu seru mereka untuk berhaji niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau berkendaraan supaya mereka menyaksikan manfaat-manfaat haji. Artinya, ia menghadirkan manfaat tersebut dan yang dimaksud dengan menghadirkan manfaat adalah ia menghasilkan dan mengambil manfaat dari hajinya.

Oleh karena itu,  diantara bentuk kehormatan bagi setiap orang yang Allah beri taufiq dan kemudahan dalam melaksanakan ketaatan dan ibadah ini yaitu Allah berikan semangat yang tinggi dalam memperoleh manfaat, faidah, dan pelajaran dari hajinya. Di saat yang sama, ia juga mengharapkan pahala yang besar, pengampunan dosa, dan penghapusan keburukan.  Telah ditetapkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:

عن النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم أنَّه قال: (( مَن حجَّ هذا البيتَ فلَم يرفُث ولم يفسُق رجع كيوم ولدته أمُّه )) رواه البخاري ومسلم

“Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah dan ia tidak melakukan keburukan ataupun kefasikan, ia akan kembali seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. HR Bukhari dan Muslim[2].

Ditetapkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bahwa beliau bersabda:

 تابعوا بين الحجِّ والعمرة، فإنَّهما ينفيان الفقرَ والذنوبَ كما ينفي الكيرُ خبثَ الحديد . رواه النسائي

Iringilah haji dengan umroh, maka sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi.” HR Nasa’i[3]

Pantaslah bagi orang yang memperoleh keuntungan dan memenangkan harta yang berharga ini untuk kembali ke negerinya dalam keadaan yang suci, jiwa yang baik, dan kehidupan baru yang dipenuhi oleh iman dan takwa serta kebaikan, perbaikan diri, keistiqamahan, dan senantiasa mentaati Allah ‘Azza wa Jalla.

Para ulama telah menyebutkan bahwa perbaikan serta penyucian diri ini jika terdapat pada seorang hamba maka itu adalah tanda keridhaan dan tanda hajinya diterima. Jika seseorang keadaannya membaik setelah haji dimana ia berubah dari yang tadinya buruk menjadi baik, dan yang tadinya baik menjadi lebih baik lagi, maka sungguh itu adalah tanda bagusnya ia dalam memaknai hajinya. Karena diantara bentuk balasan kebaikan adalah diberikan kebaikan yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman:

قال الله تعالى : هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ 

“ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”[4]

Orang yang bagus ibadah hajinya dan berusaha menyempurnakannya serta menjauhi pengurang dan perusaknya maka ia keluar dengan kondisi yang lebih baik dan memiliki kecendrungan pada kebaikan.

Dalam sebuah hadits yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

الحجُّ المبرورُ ليس له جزاءٌ إلاَّ الجنَّة 

“Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga[5].

Tidak diragukan lagi bahwa semua yang melaksanakan ibadah haji sangat mengharapkan hajinya mabrur dan usaha serta amal shalihnya diterima. Ciri yang jelas untuk haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana  kedua hal ini adalah syarat diterimanya semua jenis ibadah. Kemudian keadaannya setelah haji jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Maka ada dua ciri haji yang diterima : yang pertama ada pada saat haji berlangsung dimana sesoerang itu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ciri yang kedua ada setelah haji yaitu adanya perbaikan keadaan seseorang setelah haji yang ditandai dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan ia memulai hidupnya dengan lebih baik yang dihiasi dengan kebaikan, perbaikan diri, dan istiqamah.

Hal yang perlu diperhatikan disini bahwa seorang muslim tidak memiliki jalan untuk memastikan amalannya diterima sebaik apapun dia berusaha.  Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keadaan orang mukmin yang sempurna dan keadaan mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ketaatan:

قال الله تعالى : وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka”[6]

Maksudnya, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka dari ibadah, diantaranya shalat, zakat, haji, puasa, dan selainnya. Mereka takut tidak diterimanya amalan dan ketaatan mereka saat mempersembahkannya kepada Allah dan ketika berdirinya mereka dihadapan Allah.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya.

عن أمِّ المؤمنين عائشة رضي الله عنها أنَّها قالت: (( قلت يا رسول الله صلى الله عليه وسلم : { وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ } أهو الرَّجل يزني ويشرب الخمر؟ قال: لا يا بنت أبي بكر، أولا يا بنت الصديق، ولكنَّه الرََّّجل يصوم ويصلِّي ويتصدَّق وهو يخاف أن لا يُقبل منه ))

Dari Ummul mukminin Aisyah  Radhiyallahu anha berkata: “ Aku bertanya wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maksud ayat (dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) Apakah dia seseorang yang berzina dan minum khomr? Rasulullah menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakr, atau putri Ash-Shiddiq, akan tetapi dia adalah orang yang berpuasa, shalat, dan shadaqah, ia takut Allah tidak menerima amalannya”.[7]

Hasan Al-Bashri berkata: “ Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara iman dan takut, sedangkan munafik ia menggabungkan antara keburukan dan perasaan tenang”.[8]

Sungguh telah terjadi sejak zaman dahulu dan kini dimana sebagian orang setelah selesai melaksanakan ibadah ini mengucapkan kepada yang lain:

تقبَّل الله منَّا ومنكم، فالكلُّ يرجو القبول

Semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian dan semua orang pun mengharapkan hajinya diterima[9].

Allah telah menyebutkan di dalam Al Qur’an bahwasanya Nabi-Nya Ibrahim dan anaknya, Ismail- alaihimassalaam- setelah selesai membangun ka’bah mereka berdua mengucapkan sebuah doa. Allah Ta’ala berfirman:

قال الله تعالى : وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“ dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.”[10]

Keduanya beramal shalih kemudian meminta kepada Allah agar amalnya diterima. Diriwayatkan oleh Abu Hatim dari Wuhaib bin Al Ward bahwasanya beliau membaca ayat ini kemudian beliau menangis dan berkata:”Wahai Kekasih Ar Rahman.. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman sedangkan engkau takut amal mu tidak diterima”.[11]

Jika keadaan seorang Imam orang-orang yang hanif dan panutan orang-orang yang bertauhid seperti ini, maka bagaimana orang selainnya!

Kita memohon kepada Allah penerimaan dan taufiq untuk semuanya dan agar orang-orang yang berhaji ke baitullah senantiasa dalam keselamatan dan Ampunan. Semoga Allah menerima amal shalih kami dan kalian dan semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

[Disalin dari الحج والإصلاح Penulis  Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, Penerjemah : Ahmad Zawawi. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2010 – 1431]
______
Footnote
[1] Al Hajj/22 : 27-28
[2] Shahih Bukhari (1820) dan Shahih Muslim (1350)
[3] Sunan An Nasa’I (V/115). Dishahihkan oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ (2901)
[4] Ar Rahman/55 : 60
[5] Shahih Muslim (1349)
[6] Al Mu’minun/23 : 60
[7] Al Musnad (25705)
[8] Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd (985)
[9] Ibnu Bathah berkata dalam kitab Al Ibanah (II/873) : “Begitu juga orang yang telah selesai melaksanakan haji dan umrah apabila ditanya tentang hajinya, ia berkata:”Sungguh kami telah berhaji dan tidak tersisa kecuali harapan diterima”. Sebagaimana doa sebagian manusia untuk diri mereka dan orang lain:” Ya Allah terimalah puasa dan zakat kami” maka dikatakan bagi orang yang berhaji:”Semoga Allah menerima hajimu dan mensucikan amal mu”.  Begitupun dengan orang yang selesai melaksanakan puasa ramadhan, mereka berkata:”Semoga Allah menerima puasa kami dan kalian”. Hal ini telah berlangsung sejak dulu dan orang yang belakangan mencontoh hal tersebut dari pendahulu mereka.
[10] Al Baqarah/2 : 127
[11] Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam tafsirnya sebagaimana yang ada di tafsir Ibnu Katsir (I/254)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/58589-haji-dan-pendidikan-jiwa.html